Kaum Ibu, Para Perempuan Perawat Alam Semesta

Alam selalu menawarkan kekayaannya untuk dapat mencukupi segala kebutuhan hidup manusia. Namun sayangnya, tidak banyak insan yang peduli untuk menjaga kelestariannya agar ia selalu dapat bermanfaat bagi semuanya. Merekalah, para ibu dan kaum perempuan, yang tahu benar bahwa selain harus dimanfaatkan, alam juga harus terus dijaga dan dirawat. Bukan semata demi alam itu sendiri, melainkan juga bagi kepentingan manusia dan makhluk hidup lainnya. 

wanita dan alam
via pixabay

Menjelang akhir tahun 80 an, seorang ibu di Tasikmalaya, Jawa Barat mencatatkan namanya dalam sejarah dengan cara yang spektakuler. Dia, seorang diri, memapras bukit cadas liat yang panjangnya 45 meter. Dengan bergelantungan di tali rotan, ia memahat bukit cadas di timur laut Gunung Galunggung. la hanya bersenjatakan cangkul dan sebuah linggis. Keinginannya sederhana, ia ingin membuat saluran yang dapat mengalirkan air dari Sungai Cilutung ke kampungnya. Keinginan itu terkabul setelah Mak Eroh, demikian nama perempuan tua itu, dengan saraf baja bekerja tanpa putus selama 47 hari. 

Mak Eroh atau Nyi Eroh adalah seorang perempuan petani dari kampung Pasirkadu, Desa Santanamekar, Cisayong, Tasikmalaya. Namanya terkenal karena keberhasilannya memapras bukit cadas di lereng gunung Galunggung demi mengalirkan air menuju desanya yang kekeringan. Bahkan setelah proyek itu tuntas, Mak Eroh meneruskan kembali pekerjaannya. Kali ini jauh lebih gila. la berambisi membuat saluran air sepanjang 4,5 km mengitari delapan bukit yang berkemiringan 60-90 derajat. 

Kali ini, pekerjaannya dibantu oleh sejumlah warga desa. Mak Eroh pun mampu menyelesaikan pekerjaannya dalam waktu 2,5 tahun. Hasilnya jelas, lahan pertanian di desanya, Santana Mekar, terairi sepanjang tahun. Dua desa tetangga pun ikut mendapat berkah. Kedua desa itu akhirnya terbebas dari kelangkaan air berkat jerih payah dari Mak Eroh. 

Berita tentang kegigihan Mak Eroh berembus hingga ke Jakarta. Pada 1988, Mak Eroh mendapatkan penghargaan lingkungan hidup nasional Kalpataru dari pemerintah sebagai perintis ­lingkungan. Setahun kemudian, Mak Eroh juga mendapat penghargaan lingkungan dari PBB. Mak Eroh sering diundang pada acara peringatan Hari Lingkungan Hidup dan Hari Kartini yang diselenggarakan oleh pemerintah. Tidak hanya itu saja, sebuah tugu juga dibangun di alun-alun Tasikmalaya untuk memperingati jasa Mak Eroh dan tokoh lainnya yakni Abdul Rozak, yang juga berjasa melakukan hal serupa.

tugu mak Eroh
via pikiran-rakyat.com

Mak Eroh adalah sebuah tamsil yang dapat kita kedepankan setiap kali kita hendak berbicara tentang bagaimana perempuan memandang, memahami, dan memperlakukan alam semesta. Bagi Mak Eroh, agar alam dapat dirasakan manfaatnya oleh manusia maka hamparan keajaiban alam itu harus digarap. Akan tetapi, Mak Eroh menyadari bahwa demi kemanusiaan pula, tepatnya demi generasi mendatang, pemanfaatan alam tak dapat dilakukan sekenanya. Ada tapal batas yang tak dapat seenaknya dilanggar. jika tapal itu dilanggar, keseimbangan alam semesta terancam goncang. Jika itu terjadi, manusia pula yang akan menuai ulahnya. 

Akrab dengan Semesta 

Berdasarkan beberapa kasus yang ditemukan melalui penelitian di berbagai tempat di belahan dunia, kaum perempuan memang seringkali terbukti menjadi pihak yang memahami benar bagaimana cara memanfaatkan alam. Merekalah, para ibu dan perempuan, yang tahu benar bahwa selain dimanfaatkan, alam harus terus dijaga dan dirawat.

Ada banyak sebab yang membuat para ibu atau kaum perempuan mempunyai kepekaan ekologis. Secara empirik, terutama di unit-unit kebudayaan yang belum tersentuh oleh modernisasi, perempuan memang terkondisikan untuk selalu berdekatan dan mengakrabi alam semesta dibandingkan kaum laki-laki. 

Dalam sejumlah kasus di India, para ibu yang tinggal di pinggir hutan harus rela ditinggal pergi suaminya ke kota untuk mencari nafkah. Daripada tidak ada kegiatan, para ibu ini kemudian mencari kayu bakar di hutan. Mereka juga memetik sayuran dan mengambil air bersih dari mata air yang ada di hutan. Itulah sebabnya, di India pernah muncul gerakan Chipko. Gerakan yang dikomandani oleh Mrita Devi ini sadar bahwa jika hutan terus digunduli, mereka akan terkena imbasnya secara langsung. Sumber penghidupan mereka juga akan punah. 

Jadi, tidak mengherankan jika Mak Eroh dengan keteguhan hati nekat memapras bukit cadas meskipun seorang diri. Sebagai seorang ibu, ia tahu betul susahnya mendapatkan satu ember air bersih untuk memasak dan kebutuhan rumah tangga lainnya. 

Berbagai fakta di atas menunjukkan bahwa peran ibu tak boleh dianggap ringan. Dalam posisinya yang dikondisikan untuk lebih banyak di dapur, para ibu berhasil membangun jalinan komunikasi dua arah antara dirinya dengan alam semesta. Manfaatnya sangat jelas. Selain untuk masa sekarang juga untuk ribuan tahun ke depan, suatu masa yang diidamkan oleh generasi selanjutnya. Sumber: Nagara.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama