Suatu ketika, diselenggarakanlah sebuah lomba mobil balap mainan untuk anak-anak. Suasana sungguh meriah siang itu sebab ini adalah babak final. Setelah melewati beberapa babak, kini hanya tersisa empat orang anak dan mereka sedang memamerkan setiap mobil mainan yang mereka miliki. Semuanya buatan sendiri sebab memang begitulah peraturannya.
Dari keempat anak tersebut, ada seorang anak bernama Mark. Mobilnya tak istimewa, tetapi ia termasuk dalam empat anak yang masuk final. Dibanding semua lawannya, mobil Marklah yang paling tak sempurna. Beberapa anak bahkan menyangsikan kekuatan mobil itu untuk berpacu melawan mobil lainnya. Yah, memang, mobil itu tak begitu menarik. Dengan kayu yang sederhana dan sedikit lampu kedip di atasnya, tentu tak sebanding dengan hiasan mewah yang dimiliki mobil mainan lainnya. Namun, Mark bangga dengan itu semua. Sebab, mobil itu buatan tangannya sendiri.
Tibalah saat yang dinantikan. Final kejuaraan mobil balap mainan digelar. Setiap anak mulai bersiap di garis start, untuk mendorong mobil mereka kencang-kencang. Di setiap jalur lintasan, telah siap empat mobil, dengan empat "pembalap" kecilnya. Lintasan itu berbentuk lingkaran dengan empat jalur terpisah di antaranya. Namun, sesaat kemudian, Mark meminta waktu sebentar kepada panitia sebelum lomba dimulai. Ia tampak berkomat-kamit seperti sedang berdoa.
via mim.or.id |
Matanya terpejam, dengan tangan menengadah ia memanjatkan doa. Selesai berdoa, semenit kemudian ia berkata, "Ya, aku siap." Dor!!.. Tanda perlombaan telah dimulai. Dengan satu entakan kuat, Mark dan para peserta lainnya mulai mendorong mobilnya dengan kuat-kuat. Semua mobil Itu pun meluncur dengan cepat. Setiap penonton bersorak-sorai, bersemangat, menjagokan mobilnya masing-masing.
"Ayo... ayo..., Cepat... cepat, maju... maju", begitu teriak mereka. Ahha... sang pemenang harus ditentukan, tali lintasan finish pun telah terlambai. Dan ternyata... Mark-lah pemenangnya. Ya, semuanya senang, begitu juga Mark. la berucap dan berkomat-kamit lagi dalam hati. "Terima kasih, Tuhan."
Saat pembagian piala tiba. Mark maju ke depan dengan bangga. Namun sebelum piala Itu diserahkan, ketua panitia bertanya kepada Mark:
"Hai Jagoan, kamu pasti tadi berdoa kepada Tuhan agar kamu menang, bukan?"
Mark terdiam. "Ya, benar, tapi bukan doa meminta kemenangan yang aku panjatkan", kata Mark. Ia lalu melanjutkan, "Sepertinya, tidak adil jika meminta kepada Tuhan untuk menolongku mengalahkan orang lain. Aku hanya bermohon kepada Tuhan, supaya aku tak menangis jika aku kalah".
Semua hadirin terdiam mendengar itu. Setelah beberapa saat, terdengarlah gemuruh tepuk-tangan penonton yang memenuhi ruangan.
Mark tampaknya lebih punya kebijaksanaan dibanding kita semua. Mark tidaklah bermohon kepada Tuhan untuk menang dalam setiap ujian. Mark tidak memohon kepada Tuhan untuk meluluskan dan mengatur setiap hasil yang ingin diraihnya. Anak itu juga tak meminta Tuhan untuk mengabulkan semua harapannya. Ia tak berdoa untuk menang dan menyakiti yang lainnya. Namun, Mark bermohon pada Tuhan agar diberikan kekuatan saat menghadapi itu semua. la berdoa agar diberikan kemuliaan dan mau menyadari kekurangan dengan rasa bangga.
Mungkin telah banyak waktu yang kita lakukan untuk berdoa kepada Tuhan agar mengabulkan setiap permintaan kita. Terlalu sering juga kita meminta kepada Tuhan untuk menjadikan kita nomor satu, menjadi yang terbaik, menjadi pemenang dalam setiap ujian. Terlalu sering kita berdoa kepada Tuhan untuk menghalau setiap halangan dan cobaan yang ada di depan mata.
Sesungguhnya, bukankah yang kita butuh adalah bimbingan-Nya, tuntunanNya, dan panduan-Nya?. Kita sering terlalu lemah untuk percaya bahwa kita kuat. Kita sering lupa dan kita sering merasa cengeng dengan kehidupan ini. Tidak adakah semangat perjuangan yang mau kita lalui?. Kita harus yakin, Tuhan memberikan kita ujian yang berat, bukan untuk membuat kita lemah, cengeng, dan mudah menyerah.
Jadi, berdoalah agar kita selalu tegar dalam setiap ujian. Berdoalah agar kita selalu dalam lindungan-Nya saat menghadapi ujian tersebut.
Posting Komentar