Ilustrasi orang Jawa via pexels. |
Munculnya beragam aliran kebatinan (Kejawen) memang tidak dapat dipisahkan dari pola hidup mistik yang telah menjadi bagian dari orang Jawa. Pada umumnya, aliran kebatinan bukanlah merupakan suatu bentuk agama dalam pengertian seperti agama monoteistik (seperti Islam, Kristen, dsb), tetapi lebih sebagai seperangkat cara pandang dan nilai-nilai yang dibarengi dengan sejumlah laku (mirip dengan "ibadah"). Beberapa aliran kebatinan juga mengadopsi ajaran-ajaran dari agama tertentu sehingga sebagian penganut aliran kebatinan ini ada yang menjadikannya sebagai pelarian spiritual untuk mencapai ketenangan dan keseimbangan dalam hidup.
Menurut sejumlah catatan, ada cukup banyak jumlah aliran kebatinan (Kejawen) yang masih eksis dan dipraktekkan oleh masyarakat Jawa. Nah, berikut ini secara singkat kita akan coba mengenal 4 di antaranya yang cukup populer.
1. Paguyuban Ngesthi Tunggal (Pangestu)
Paguyuban Ngesti Tunggal atau biasa disingkat Pangestu adalah salah satu wadah Pendidikan Budi Pekerti dan Pengolahan Jiwa yang didirikan pada tanggal 20 Mei 1949 oleh R. Soenarto Mertowardoyo dari Solo (Surakarta). Ajaran Pangestu ini bermula dari R. Soenarto yang merasa telah menerima "Wahyu Pepadang dari Suksma Kawekas (Tuhan)". R. Soenarto pertama kali menerima wahyu pada tanggal 14 Februari 1932 di kediamannya (Solo) saat ia sedang melaksanakan shalat daim.
Wahyu dari Suksma Kawekas ini kemudian dibukukan dalam "Serat Sasangka Jati" yang dijadikan sebagai kitab dan pedoman ajaran suci Pangestu. Kitab ini memuat berbagai ajaran mulai dari tata cara mengolah jiwa, menumbuhkan kesadaran hidup, sampai cara bersatu dengan Suksma Kawekas (Tuhan). Sebagai sebuah organisasi, Pangestu tidak memaksa anggotanya untuk meninggalkan agama yang telah dianutnya. Ajaran ini mengutamakan konsep persatuan di dalam relasi dengan sesama dan relasi dengan Tuhan Yang Maha Esa.
2. Paguyuban Sumarah
Sumarah merupakan salah satu metode untuk menuju ketenteraman lahir batin, dengan sujud berserah diri secara totalitas kepada Tuhan Yang Maha Esa. Guru utama atau pendiri aliran kebatinan Sumarah adalah R. Ngabehi Soekirnohartono, seorang pegawai Kesultanan Yogyakarta. Ajaran ini bermula dari wahyu yang diterima oleh R. Ng. Soekirnohartono pada tahun 1935. Dia merasa menerima wahyu dari Tuhan YME hingga berkewajiban untuk menyampaikan ajaran Sumarah kepada semua manusia.
Tujuan utama ajaran Sumarah adalah untuk mencapai kesempurnaan hidup di dunia dan akhirat. Kesempurnaan hidup akan diperoleh manusia jika mereka berbuat baik terhadap sesama manusia, alam, dan berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa. Perbuatan baik akan mendapat balasan yang baik, demikian juga sebaliknya. Hingga kini, penghayat masih cukup eksis dan menyebar di banyak tempat di Pulau Jawa terutama Madiun dan Semarang, (Jawa Tengah). Beberapa warga asing juga ada yang mempelajari ajaran ini dengan mengadakan pertemuan rutin untuk melakukan latihan sujud (Sujud Sumarah).
3. Susila Budi Dharma (Subud)
Susila Budi Dharma (Subud) atau World Subud Association (Perkumpulan Persaudaraan Kejiwaan Susila Budhi Dharma) adalah organisasi spiritual internasional dan aliran kepercayaan Nusantara yang didirikan pertama kali pada tahun 1947 oleh Muhammad Subuh Sumohadiwidjojo di Yogyakarta. Meski begitu, Muhammad Subuh merasa menerima wahyu dari Tuhan sejak tahun 1925 saat melakukan latihan kejiwaan sebagai jalan mendekatkan diri kepada Tuhan.
Menurut para pengikut Subud, munculnya latihan kejiwaan yang diprakarsai oleh Muhammad Subuh tersebut merupakan kehendak Tuhan (Allah), bukan atas inisiatif atau kehendak pribadi Muhammad Subuh. Oleh karenanya, para pengikutnya kemudian memanggil Muhammad Subuh sebagai Bapak Subud. Hingga saat ini, gerakan Subud telah menyebar ke seluruh penjuru dunia dan memiliki cabang di lebih dari 70 negara dengan jumlah pengikut sekitar 10.000 orang.
4. Ajaran Pransuh
Ajaran Pransuh merupakan ajaran kebatinan yang disampaikan oleh Rama Resi Pransoeh Sastrosoewignjo. Ajaran Pransuh adalah ajaran berisi ilmu kasukman yang pertama kali diproklamirkan pada tanggal 14 Oktober 1947 di sebelah selatan Gunung Tidar, Muntilan, Magelang. Dalam perjalanannya, ajaran ini kemudian berkembang sampai ke wilayah Yogyakarta, khususnya di wilayah Wonosari dan Kabupaten Gunung Kidul.
Ajaran Pransuh berawal dari mimpi yang diterima oleh Pransoeh Sastrosoewignjo ketika sedang tidur di bukit Syekh Maulana (Parang Tritis, Yogyakarta). Dalam mimpi tersebut, ia diperintah Tuhan untuk kembali ke daerah asalnya, Gunung Tidar agar mendirikan ajaran Pransuh. Ajaran Pransuh mengakui adanya Tuhan Yang Maha Esa dan mengakui Rama Resi Pransoeh Sastrosoewignjo sebagai salah seorang utusan (Rasul) Allah dan menjadi panutan bagi Umat Pransuh. Sedangkan kitab suci ajaran ini disebut dengan nama Kitab Agung Pandom suci.
Itulah sekilas tentang 4 Aliran Kebatinan (Kejawen) di Jawa. Agar tidak salah memahami, ada baiknya anda menelaah lebih lanjut tentang masing-masing aliran kebatinan tersebut. Semoga bermanfaat. (Sumber: Islam dan Spiritualitas Jawa karya Samidi Halim, Wikipedia, kabarhandayani.com)
Posting Komentar